Lo
cantik, Ann…
Kemal
24-05-2012
20:06:55
“Aaargghh!”
Gadis berambut panjang sepinggang itu
mengerang kesal. Membanting ponsel buatan cinanya ke atas kasur. Lantas ia
sendiri melompat ke atas spring bed itu. Melompat-lompat dan berteriak seperti orang
gila.
Faktanya, masalah yang ia hadapi kali
ini membuat kewarasannya luput. Ia terus berteriak. Kebetulan sekali Ayah dan
ibunya sedang tidak ada. Tidak ada yang menduga ia stress dan gila beneran.
Tidak akan ada yang langsung membawanya ke psikiater karena aksi anehnya ini.
“Semuanya fix salah gue!”
Dan tiba-tiba saja ia berhenti
melompat.Berhenti teriak juga. Ia terduduk lesu di atas tempat tidur ber-bed
cover merah marun itu. Tertunduk dalam. Menekuk lututnya dan membenamkan wajah
di baliknya. Gadis yang masih mengenakan dress selutut itu tiba-tiba saja
menangis. Tersedu sedan.
Bayangan itu terus terputar. Bayangan
yang beberapa jam lalu sebelum ia pulang
dari acara Prom Night sekolah itu berlangsung. Bayangan ketika sosok yang
selama ini selalu ia puja, yang selalu ia dambakan, yang –bagaimana pun
juga—pernah hadir dan menceriakan
hidupnya, telah mematahkan hatinya. Merobohkan menara harapan yang sudah ia
bangun dengan begitu indah.
*
-Flashback-
“Anne...”
Ia berbalik saat suara yang begitu ia
kenal jelas itu menyapa gendang telinganya. Suara orang yang selalu membuat
aliran darahnya berdesir dengan cepat. Orang yang selalu membuat jantungnya
berdetak tak karuan. Sebelum ia berbalik untuk menengok ke arah orang itu, ia
menarik nafas dalam-dalam. Menstabilkan detak jantungnya dan sedikit merapikan
penampilannya. Gadis yang biasanya anti make
up itu rela dandan mati-matian hanya untuk orang yang baru saja memanggil
namanya.
“Ha—”
Suara Anne tercekat. Tangannya menggantung di udara begitu melihat
apa yang jadi focus pandangannya. Penampilan Kemal—orang itu—yang jauh lebih
tampan dari biasanya, yang membuat ia sadar kalau ia memang telah jatuh cinta
pada laki-laki pecinta music itu. Tapi, ada yang membuat ia benar-benar tidak
mengerti. Siapa gadis bergaun ungu yang saat ini berdiri di sampingnya?
“Hei! Bengong aja, lo. Terkesima ya,
liat gue?” narsisnya. Ia membenarkan kerah jas hitamnya. Penampilannya malam
ini sungguh mengagumkan. Karena di mata Anne ia selalu mengagumkan.
Anne menurunkan tangannya dan memandang
Kemal yang sudah berdiri di hadapannya. Dengan gadis cantik bergaun ungu
tentunya. Gadis itu tersenyum ke arahnya dan ia membalasnya sekilas. Lantas
kembali memandang Kemal. Meminta penjelasan siapa gadis yang saat ini berdiri
di hadapannya.
“Ini cewek baru gue, Ann. Yang waktu itu
pernah gue bilang gebetan gue. Dia pasangan gue di prom sekarang.” Dengan
bangga Kemal merangkul gadis itu. “Namanya Nesa.”
Untuk sepersekian detik, Anne terdiam.
Ada yang menusuk relung hatinya yang paling dalam. Membuat dadanya sesaat saja
seperti kehilangan udara. Sebelum
akhirnya Kemal memegang bahunya. Menarik kembali kesadarannya yang hampir
hilang.
“Lo kenapa, sih?” tanya Kemal heran. Ia
cukup kaget melihat mata beriris hitam kelam seperti malam milik Anne itu berkaca-kaca.
“Gue… gue mau pulang. Gue gak jadi
ikutan prom…” Sejurus kemudian, Anne berbalik. Tanpa menoleh kembali ke arah
Kemal dan juga Nesa, ia segera berlari.Berlari dan berlari. Air matanya sudah tumpah.
Make up yang sudah tertata rapi di
wajahnya hanya untuk Kemal, berantakan. Semuanya yang ialakukan hanya untuk
Kemal menjadi kacau. Sekacau hatinya.
Bukankah ia begitu berharap bahwa ialah
yang menjadi pasangan Kemal malam ini? Semuanya memang salahnya. Salahnya
karena terlalu berharap. Berharap bahwa Kemal akan mencintainya. Dia tidak
pernah menduga kalau gebetan yang dimaksud Kemal ternyata bukan dirinya. Semua
memang salahnya. Salahnya karena kepercayaan dirinya yang terlalu over.
“Loh, lo gak sama Anne?”
Kemal mengernyit begitu mendengar
pertanyaan Melly, sahabat Anne. Ia menggeleng saja. “Tadi…”
“Ke mana sih, dia. Katanya Dia bakal
dandan habis-habisan buat lo. Dia bakal tampil secantik mungkin di depan lo.
Tapi kok jam segini belum dateng, ya?
Penasaran aja sih gue, orang polos kayak dia gimana sih kalo pake make up?” potong Melly tanpa mendengar
kelanjutan kalimat Kemal.
Sekilas Kemal memandang Nesa yang tampak
kecewa. Kemudian tertegun. Lama. Ia mulai menyadari kenapa tadi Anne tampak
berkaca-kaca dan langsung memutuskan untuk pulang. Ia merutuki dirinya sendiri.
Kenapa ia tidak bisa sepeka itu padahal sudah hampir satu tahun ini ia dekat
dengan Anne.
“Anne cinta sama kamu, Kemal.” Suara
lembut Nesa menyadarkannya. Tapi sedikit
pun ia tidak merespon.
*
-FlashbackEnd-
Dengan nanar Kemal memandang ponselnya.
Suasana dingin taman sekolah sungguh serasi dengan kondisi hatinya. Sudah satu
setengah jam yang lalu setelah ia memutuskan untuk membebaskan diri dari
keramaian, ia memutuskan untuk menyendiri di taman sekolah ini. Sayup-sayup
suara pengisi acara terdengar. Dan itu membuat hatinya semakin terasa gaduh.
Apalagi mengingat sudah satu setengah jam ini pula Anne tidak membalas
pesannya.
Ia mendesah keras-keras. Semuanya memang
salahnya. Salahnya yang tidak bisa peka dan membaca sedikit gerak-gerik
sahabatnya itu. Tiba-tiba saja ia merasa ada sesak yang menghujam dadanya. Ia
tidak pernah tahu kalau Anne mencintainya. Ia tidak tahu kalau Anne begitu
berharap ia menjadi pasangannya malam ini. Ia tidak pernah tahu kalau Anne rela
menggunakan make up hanya untuk
terlihat cantik di matanya. Dan sungguh ia menyesal tidak pernah menyadari itu.
Drrt… drrrt .. drrrtt…
Langsung saja Kemal menatap layar
ponselnya dan membaca isi pesan itu.
Gue
emang cantik. Tapi mau cantik gue ngalahin Marry Jane juga lo udah jadi
miliknya Nesa.
Menara
harapan gue udah runtuh. Lo langgeng ya sama Nesa.
Anne
25-05-2012
21:33
“Kemal?”
Segera Kemal memasukan ponselnya ke
dalam saku jasnya dan menoleh ke arah kanannya. Nesa sudah berdiri di sampingnya.
Terlihat lelah dan bosan. Ia jadi merasa bersalah melihat gadis yang setelah
hampir satu tahun ini dikejar-kejarnya dan baru dua hari yang lalu berhasil ia
dapatkan. Bagaimana pun juga, Kemal sudah terlanjur mmencintai gadis di
sampingnya itu.
“Aku gak apa-apa kok kalau kamu…”
“Aku gak akan pernah ninggalin kamu,
Nes.” Kemal berdiri, meraih tangan Nesa. Menggenggamnya. “Kita pulang aja,”
ajaknya. Dan mereka berjalan beriringan dalam diam.
Terlambat. Semuanya terlambat. Anne
terlambat mengungkapkan dan Kemal terlambat untuk menyadari semuanya. Sehingga
mereka hanya bisa membiarkan kisah tentang hati ini harus berlalu.